Suara Warga

Abraham Samad (Bisa Jadi) Menteri ESDM

Artikel terkait : Abraham Samad (Bisa Jadi) Menteri ESDM

Beberapa kali masyarakat disajikan tontonan, sekompi polisi dengan pakaian dinas ‘penuh’ ditugaskan berjaga-jaga di halaman gedung kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral), di Jl. Merdeka Selatan, Jakarta itu.

Di jaman Orba (Orde Baru) kementerian ini dirubah namanya dari Departemen Pertambangan menjadi Departemen Pertambangan dan Energi. Cerita perubahan nama itu tidak hanya berhenti begitu saja. Tahun 2000, jaman reformasi, Departemen Pertambangan dan Energi dirubah lagi menjadi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

Kursi kepemimpinan di kementerian/departemen ini tergolong basah, dan panas. Setiap orang ingin jadi menterinya, dan setiap orang di situ mesti siap juga jadi ‘sapi perah’ dari pemerintah yang berkuasa. Basah, karena dianggap sebagai tempat dimana ‘duit tinggal disedot dari dalam laut dan digali dari darat.’ Maka dari itu, kursi menterinya jadi ‘panas,’ akibat jadi bahan rebutan banyak orang dan kepentingan.

Jokowi menengarai adanya mafia di kementerian ESDM. Dugaan ini sepertinya mengada-ada jika dilihat suasana di gedung itu biasa-biasa saja, tidak terlalu ramai tamu (bukan seperti halnya kantor pajak, atau kantor imigrasi). Terus, di dalam benak masyarakat awam, bertanya-tanya, dimana para mafia itu bertransaksi. Di laut kah, atau di daratan lain?

Tahun 2014 ini, bagi bangsa Indonesia, bukan hanya merupakan tahun pemilu, namun juga sebagai tahun KPK, atau tahun para koruptor masuk bui.

Mula-mula, Prof. Rudi Rubiandini, mantan Ketua SKK Migas dan Komisaris Bank Mandiri Tbk, yang bergaji Rp 300 juta per bulan, dihukum 7 tahun. Rudi dihukum karena menerima duit dari Komisaris Utama Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong sebesar SGD 200 ribu dan USD 900 ribu, terkait lelang terbatas minyak mentah dan kondensat. Uang sejumlah itu masih ditambah USD 522,500 dari Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (KPI), Artha Meris Simbolon, dalam kaitan penurunan formula harga gas untuk PT KPI. Itupun belum termasuk pemberian dari Wakil Kepala SKK Migas saat itu Yohanes Widjonarko (SGD 600 ribu), Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas Gerhard Marteen Rumeser USD 200 ribu, dan Kepala Divisi Penunjang Operasi kala itu Iwan Ratman sebesar USD 50 ribu.

Menurutnya (Jokowi), solusi atas masalah mafia tersebut tergantung pada sosok menteri yang akan memimpin kementerian ini. “Untuk mengatasi mafia ini, perlu ada leadership yang kuat,” ujarnya di Solo, Minggu, 27 Juli 2014.

Selain kepemimpinan, menurut Jusuf Kalla, pembangunan kilang minyak di Indonesia selama ini terhambat oleh mafia impor minyak. “Kita bikin kilang supaya mafia mati,” katanya.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik tak mau berkomentar ihwal ada-tidaknya mafia migas di kementeriannya.

Hatta, cawapres dari kubu Prabowo, tidak lepas dari sangkaan. Ia diduga terlibat dalam kasus impor minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). “Hatta dengan kewenangannya menghambat pembentukan kilang minyak dan menurunkan produksi minyak mentah sehingga ada celah impor yang lebih besar,” kata penggiat anti korupsi kepada KPK. Namun Hatta Rajasa menolak anggapan adanya mafia minyak di Indonesia. “Apa yang dimaksud dengan mafia minyak?” tanyanya.

Triesnawati, istri Jero Wacik, masuk juga dalam daftar nama yang diperiksa KPK. Ia diduga kuat mengetahui soal dugaan korupsi di Kementerian yang dipimpin suaminya itu. Apalagi, konon ia juga disangka kecipratan dana dari pengelolaan dana di Kementerian ESDM.

Selain mafia impor minyak, dugaan korupsi juga muncul dalam proses pengadaan di Kementerian ESDM itu. KPK telah memanggil staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Daniel Sparringa. serta memeriksa eks Sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. Nama terakhir ini menjadi tersangka dalam dua kasus, penerimaan gratifikasi dan pengadaan di Kesekjenan ESDM. Ia disangka menerima uang 150 ribu dolar AS dari Gerhard Rumesser ketika menjabat Sekjen ESDM. Uang itu sebagian ditemukan di ruang kerjanya.

Konon, sebagian anggota masyarakat beraspirasi supaya KPK meneruskan langkahnya ke ESDM dengan melakukan pembenahan-pembenahan, tidak melulu berbentuk penindakan.

Mereka umumnya mengusulkan supaya Abraham Samad, Ketua KPK saat ini, dipilih Jokowi sebagai Menteri ESDM. Tidak jadi cawapres tidak apa-apa, tapi tetap berada di pemerintahan Jokowi-JK sebagai salah seorang menteri (pembantunya).




Sumber : http://ift.tt/1txGds8

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz