Teror, Peringatan buat Amien Rais yang Kebal Lobby dan Pelawan Arus Rakyat?
Politik itu kejam. Kekejaman telah dibuktikan oleh orang yang pernah dinilai baik dan dipuja oleh publik: Amien Rais. Amien Rais pun adalah pelaku politik dan korban politik kejam itu sendiri: Amien Rais gagal menjadi presiden. Publik tak melupakan catatan gemerlap Amien Rais sebagai tokoh reformasi. Publik pun masih ingat ketika Amien Rais menjadi dalang gagalnya Megawati menjadi presiden 1999 - akibat politik dagang sapinya - dan mengangkat Gus Dur sebagai puncak akrobatnya. Kini, di tengah perseteruan politik paling tajam, Amien Rais diteror. Apa latar belakang Amien Rais dan politik kontemporer sehingga Amien Rais diteror?
Terdapat tiga sebab internal dan eksternal yang memicu teror terhadap Amien Rais. Yakni (1) faktor kepribadian dan sikap politiknya (2) faktor politik pasca pilpres dan (3) faktor konspirasi politik untuk meningkatkan citra Amien Rais.
Pertama, faktor kepribadian dan sikap politiknya. Kepribadian Amien Rais yang berubah 180 derajat sejak menjadi Ketua MPR, telah mengubah pandangan Amien Rais. Jika awalnya Amien Rais adalah pejuang demokrasi, sejak itu sampai sekarang dia menjadi aktor politik dagang sapi - istilah yang dia perkenalkan untuk menggantikan istilah ‘horse trading’.
Awal masa reformasi eluan dan sanjungan serta kehormatan dialamatkan kepada Amien Rais. Pertengahan karir saat menjadi ketua MPR, Amien Rais menjadi bintang politik dengan berbagai prestasi mengamandemen UUD 45. Amien Rais dikenal sangat piawai dalam berpolitik. Sesuatu yang luar biasa dan tak terduga.
Setelah mundur sebagai Ketua Umum PAN, Amien Rais tetap memegang dan membawa gerbong PAN sebagai miliknya. Semua keputusan politik PAN adalah keputusan Amien Rais. Maka lobby-lobby ke PAN hanya akan efektif ketika Amien Rais memutuskan. Ketum PAN seperti Soetrisno Bachir dan Hatta Rajasa merasakannya hanya menjadi pion dan suruhan serta kaki tangan Amien Rais: semua keputusan strategis politik PAN ada di tangan Amien Rais.
Kondisi ini jelas membuat kalangan internal (dan eksternal) menyadari pentingnya Amien Rais dengan reaksi beragam: ada yang simpati dan ada yang antipati. Banyak yang diuntungkan dan dirugikan oleh polah Amien Rais dalam mencengkeram PAN.
Amien Rais tidak menyadari.
Kedua, faktor situasi politik pasca pilpres yang dimenangkan Jokowi-JK. Faktor politik yang tak menguntungkan PAN yang terbuang dari kursi pemerintahan membuat Amien Rais banyak kehilangan ‘pengaruh politik, sosial, ekonomi’.
Sejak lama, mahar, sumbangan, dan suntikan dana untuk PAN bukan barang aneh untuk berkiprah di PAN. Pendekatan keuangan PAN tidak seperti PKS - yakni menggantungkan pada para anggota legislatif dan simpatisan musiman. Contohnya: Soetrisno Bachir dikuruskan dan dikuras keuangannya dengan gelontoran uang untuk ‘beramal membesarkan PAN sebagai asset ekonomi dan politik Amien Rais’.
Situasi politik ini memengaruhi reaksi internal PAN dan eksternal PAN. Tumpukan simpati dan antipati semakin membumbung di tengah situasi politik dan ekonomi yang memiliki prospek membaik. Kalangan internal PAN pun gerah karena ‘janji dan propek berkuasa’ hilang dan otomatis investasi ekonomi-politik gagal kembali modal dialami oleh para calon anggota dan anggota legislatif.
Kalangan eksternal yang dulu bersimpati kepada Amien Rais dari semua kalangan dan strata baik individu maupun kelembagaan menilai Amien Rais telah berubah menjadi kaki tangan asing - dikabarkan dia adalah pernah menjadi Komisaris Freeport - hanya mementingkan partai. Dukungan terhadap Pilkada DPRD Amien Rais mengecewakan dan membuat dia menjadi tokoh yang berubah 180 derajat: dari tokoh reformasi menjadi pembunuh demokrasi.
Akumulasi kekecewaan kader, orang-orang PAN yang dikecewakan dan sikap politik Amien Rais yang melawan ‘keumuman arus rakyat’ dan sikap mencla-mencle yang tak mempan untuk dilobby dan dirayu oleh kalangan eksternal. Celakanya, Amien Rais lebih memilih berkubu dengan melawan demokrasi. Akibatnya, Amien Rais menciptakan peluang antipati terhadap dirinya: Amien Rais dianggap memusuhi demokrasi dan mengkhianati reformasi.
Amien Rais tak menyadari.
Ketiga, konspirasi politik Amien Rais sendiri. Publik tahu, kini posisi Amien Rais terjepit dalam dua alasan dan latar belakang dua poin di atas. Untuk berkelit dan meningkatkan citranya sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung, peristiwa teror menembak yang tidak diketahui kapan dan bagaimana kejadiannya menjadi bahan untuk meningkatkan citra politiknya.
Amien Rais dianggap sebagai korban teror. Beramai-ramai orang bereaksi dan mengomentari. Pro dan kontra. Yang pro adalah yang mendapatkan keuntungan dari sikap Amien Rais selama ini seperti koalisi Prabowo. Yang tak pro adalah koalisi Jokowi.
Dengan kejadian ini, karena kecerdasan Amien Rais, publik diharapkan melihat potensi kekuatan Amien Rais. Atau membuktikan Amien Rais masih tetap eksis: ada di dunia politik yang susah dilobby dengan pendekatan ‘kepentingan rakyat’, lebih cepat dan sukses jika ‘dengan pendekatan wani piro dan ekonomi’. Kondisi politik dan parpol yang umum di Indonesia.
Jadi, teror terhadap Amien Rais adalah ekses dari (1) perilaku politik Amien Rais sendiri, (2) situasi politik pasca pilpres dengan kekalahan Prabowo yang merugikan banyak orang yang telah beinvestasi politik, (3) konspirasi penaikan citra dari Amien Rais sendiri baik secara sengaja, atau kebetulan atau tak langsung. Jadi jangan dianggap seriuslah kalau soal Amien Rais ini ya.
Amien Rais tak menyadari.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1vRlE6n
Terdapat tiga sebab internal dan eksternal yang memicu teror terhadap Amien Rais. Yakni (1) faktor kepribadian dan sikap politiknya (2) faktor politik pasca pilpres dan (3) faktor konspirasi politik untuk meningkatkan citra Amien Rais.
Pertama, faktor kepribadian dan sikap politiknya. Kepribadian Amien Rais yang berubah 180 derajat sejak menjadi Ketua MPR, telah mengubah pandangan Amien Rais. Jika awalnya Amien Rais adalah pejuang demokrasi, sejak itu sampai sekarang dia menjadi aktor politik dagang sapi - istilah yang dia perkenalkan untuk menggantikan istilah ‘horse trading’.
Awal masa reformasi eluan dan sanjungan serta kehormatan dialamatkan kepada Amien Rais. Pertengahan karir saat menjadi ketua MPR, Amien Rais menjadi bintang politik dengan berbagai prestasi mengamandemen UUD 45. Amien Rais dikenal sangat piawai dalam berpolitik. Sesuatu yang luar biasa dan tak terduga.
Setelah mundur sebagai Ketua Umum PAN, Amien Rais tetap memegang dan membawa gerbong PAN sebagai miliknya. Semua keputusan politik PAN adalah keputusan Amien Rais. Maka lobby-lobby ke PAN hanya akan efektif ketika Amien Rais memutuskan. Ketum PAN seperti Soetrisno Bachir dan Hatta Rajasa merasakannya hanya menjadi pion dan suruhan serta kaki tangan Amien Rais: semua keputusan strategis politik PAN ada di tangan Amien Rais.
Kondisi ini jelas membuat kalangan internal (dan eksternal) menyadari pentingnya Amien Rais dengan reaksi beragam: ada yang simpati dan ada yang antipati. Banyak yang diuntungkan dan dirugikan oleh polah Amien Rais dalam mencengkeram PAN.
Amien Rais tidak menyadari.
Kedua, faktor situasi politik pasca pilpres yang dimenangkan Jokowi-JK. Faktor politik yang tak menguntungkan PAN yang terbuang dari kursi pemerintahan membuat Amien Rais banyak kehilangan ‘pengaruh politik, sosial, ekonomi’.
Sejak lama, mahar, sumbangan, dan suntikan dana untuk PAN bukan barang aneh untuk berkiprah di PAN. Pendekatan keuangan PAN tidak seperti PKS - yakni menggantungkan pada para anggota legislatif dan simpatisan musiman. Contohnya: Soetrisno Bachir dikuruskan dan dikuras keuangannya dengan gelontoran uang untuk ‘beramal membesarkan PAN sebagai asset ekonomi dan politik Amien Rais’.
Situasi politik ini memengaruhi reaksi internal PAN dan eksternal PAN. Tumpukan simpati dan antipati semakin membumbung di tengah situasi politik dan ekonomi yang memiliki prospek membaik. Kalangan internal PAN pun gerah karena ‘janji dan propek berkuasa’ hilang dan otomatis investasi ekonomi-politik gagal kembali modal dialami oleh para calon anggota dan anggota legislatif.
Kalangan eksternal yang dulu bersimpati kepada Amien Rais dari semua kalangan dan strata baik individu maupun kelembagaan menilai Amien Rais telah berubah menjadi kaki tangan asing - dikabarkan dia adalah pernah menjadi Komisaris Freeport - hanya mementingkan partai. Dukungan terhadap Pilkada DPRD Amien Rais mengecewakan dan membuat dia menjadi tokoh yang berubah 180 derajat: dari tokoh reformasi menjadi pembunuh demokrasi.
Akumulasi kekecewaan kader, orang-orang PAN yang dikecewakan dan sikap politik Amien Rais yang melawan ‘keumuman arus rakyat’ dan sikap mencla-mencle yang tak mempan untuk dilobby dan dirayu oleh kalangan eksternal. Celakanya, Amien Rais lebih memilih berkubu dengan melawan demokrasi. Akibatnya, Amien Rais menciptakan peluang antipati terhadap dirinya: Amien Rais dianggap memusuhi demokrasi dan mengkhianati reformasi.
Amien Rais tak menyadari.
Ketiga, konspirasi politik Amien Rais sendiri. Publik tahu, kini posisi Amien Rais terjepit dalam dua alasan dan latar belakang dua poin di atas. Untuk berkelit dan meningkatkan citranya sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung, peristiwa teror menembak yang tidak diketahui kapan dan bagaimana kejadiannya menjadi bahan untuk meningkatkan citra politiknya.
Amien Rais dianggap sebagai korban teror. Beramai-ramai orang bereaksi dan mengomentari. Pro dan kontra. Yang pro adalah yang mendapatkan keuntungan dari sikap Amien Rais selama ini seperti koalisi Prabowo. Yang tak pro adalah koalisi Jokowi.
Dengan kejadian ini, karena kecerdasan Amien Rais, publik diharapkan melihat potensi kekuatan Amien Rais. Atau membuktikan Amien Rais masih tetap eksis: ada di dunia politik yang susah dilobby dengan pendekatan ‘kepentingan rakyat’, lebih cepat dan sukses jika ‘dengan pendekatan wani piro dan ekonomi’. Kondisi politik dan parpol yang umum di Indonesia.
Jadi, teror terhadap Amien Rais adalah ekses dari (1) perilaku politik Amien Rais sendiri, (2) situasi politik pasca pilpres dengan kekalahan Prabowo yang merugikan banyak orang yang telah beinvestasi politik, (3) konspirasi penaikan citra dari Amien Rais sendiri baik secara sengaja, atau kebetulan atau tak langsung. Jadi jangan dianggap seriuslah kalau soal Amien Rais ini ya.
Amien Rais tak menyadari.
Salam bahagia ala saya.
Sumber : http://ift.tt/1vRlE6n