Suara Warga

Darurat Pilpres, SE KPU Semakin Timbulkan Dugaan Kecurangan

Artikel terkait : Darurat Pilpres, SE KPU Semakin Timbulkan Dugaan Kecurangan

Berlebihankah judul diatas?, tidak.. darurat pilpres? ya..

Mengapa?

Karena selembar kertas surat suara milik rakyat adalah sama dengan seluruh surat suara yang dihasilkan dalam pemilihan, inilah kata demokrasi kata hukum kata konstitusi negara RI, kecuali kalau kita tidak mengakuinya maka judul diatas adalah berlebihan.

Diam-diam ternyata KPU Pusat memerintahkan kepada seluruh KPU Daerah untuk membuka kotak surat suara melalui Surat Edaran nomor 1446/KPU/VII/2014 yang dikeluarkan KPU tanggal 25 Juli 2014 (inilah.com).

Upaya ini sangat sarat dengan dugaan memang benar adanya kecurangan yang telah disinyalir publik selama ini atas hasil perhitungan Pilpres 2014. Salah satunya bukti dugaan itu adalah diajukannya gugatan oleh salah satu pasangan peserta Pilpres 2014 ke Mahkamah Konstitusi atas hasil perhitungan Pilpres 2014.

Mengapa kita langsung berpikiran adanya dugaan kecurangan?.

Gampang aja, untuk apa KPU Pusat memerintahkan pembukaan kotak surat suara melalui surat edaran KPU tertanggal 25 Juli 2014 itu?. Sementara tanggal 25 Juli adalah tanggal terakhir batas waktu pengajuan gugatan ke MK yang semua rakyat Indonesia semua tahu setidaknya separuh lebih pemilih salah satu peserta bahwa akan ada gugatan atas Pilpres 2014 ke MK?.

Dugaan kita bisa saja juga benar bahwa perintah sudah dilakukan sesudah tanggal 25 Juli lewat missal tanggal 26 atau 27 Juli karena mulai KPU panik akan kesungguhan diajukannya dengan bukti-bukti 4 kontainer (10 truk), tapi surat tertulis cukup dibuat tanggal 25 Juli 2014 siapa yang tahu?!.

Ngelleess.., ya seperti biasa pengalaman kita menunjukkan akan banyak alasan ngeles yang selalu dinyatakan KPU kepada publik ketika dikritik dan diprotes, keinginan pembukaan kotak surat suara dilakukan bisa saja dikatakan atau beralasan disebabkan mulai dari kepentingan urusan administrasi sampai dengan mengamankan surat suara.

Tetapi bagi publik pemilih yang satu suaranyapun harus dihargai dan dilindungi oleh setiap orang berdasarkan Konstitusi negara ini, maka kejengkelan terhadap kinerja KPU setiap pemilu memang selalu mengemuka sehingga pikiran publik terhadap kecurangan tidak pernah berlebihan apabila kita melihat dibelakang hari ternyata SELALU TERBUKTI BENAR.

Kesimpulan kita perbuatan KPU jelas-jelas menunjukkan dan mengarah pada upaya mengantisipasi gugatan yang diajukan oleh salah satu pasangan peserta Pilpres 2014.

Tentu pertanyaannya antisipasi seperti apa?, suatu hal yang hanya bisa dijawab oleh KPU sendiri.

Untuk itu agar hak konstitusi rakyat satu kertas suarapun tidak dipermainkan oleh penyelenggara pemilu harusnya ada upaya untuk membawa KPU ke ranah penyelidikan atau penyidikan oleh pihak KEPOLISIAN atau KEJAKSAAN atau KPPU apakah ada perbuatan tindak pidana atau pelanggaran disana.

Laporan ke Kepolisian atau Kejaksaan atau DKPP ini pun harus juga dikawal oleh publik setiap saat sehingga didapatkan kepastian apa motif dibukanya kota surat suara dimaksud serta adakah pelanggaran pidana disitu.

Kalau kasus KPU ini hanya dibawa ke Bawaslu kita yakin seperti biasanya setiap penyelenggaraan pemilu hanya akan dibawa angin sepoi-sepoi basah ke laut.

Kedepannya memang harus ada jalan keluar agar DEMOKRASI tidak selalu terbukti hanya menjadi FATAMORGANA saja ketika setiap penyelenggaraan pemilu, penyelenggaranya selalu dituduh dan akhirnya terbukti CURANG. Baik yang terjadi pada masa lalu pada saat pemilu ditangani oleh pemerintah langsung ataupun seperti sekarang ditangani oleh ‘badan swasta abal-abal’ alias KPU.




Sumber : http://ift.tt/1nPHmb6

Artikel Kompasiana Lainnya :

Copyright © 2015 Kompasiana | Design by Bamz