Wikileaks Bongkar Taktik Penggelapan Pajak BCA
Kasus Pajak BCA kembali ramai diberitakan oleh beberapa media massa karena KPK menangkap Hadi Poernomo beberapa waktu lalu. Selain itu KPK dapat menjadikan kasus keberatan pajak BCA sebagai pintu masuk untuk membuka kembali kasus dugaan pengemplangan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang pernah diselidik era Ketua KPK Antasari Azhar, karena terkait erat dengan kasus keberatan pajak BCA. Bahkan uniknya Wikileaks pun membuka kasus ini. Bagaimana sebenarnya sejarah kasus ini?
Mantan Dirjen Pajak, Hadi Purnomo menerapkan taktik tangan besi dalam menekan wajib pajak saat dia berkuasa. Kebijakannya Antara lain dengan menerbitkan pencekalan bagi eksekutif-eksekutif perusahaan yang yang sedang dalam proses pemeriksaaan bawahannya.
Ketika masih menjabat Dirjen Pajak, Hadi Purnomo kerap menjalankan taktik yang tergolong kotor dan kejam dalam memaksa wajib pajak untuk mau bekerjasama dengannya. Akibat langkah-langkahnya itu, disiplin aparat pajak di zamannya tergerus. Banyak pengusaha mengeluh dan mengharapkan ia segera diganti.
Penggelapan tersebut disinyalir memanfaatkan celah hukum dengan cara melakukan belanja di luar kewajaran, seperti menaikkan tunjangan dan gaji karyawan, serta menyuap oknum pejabat, sehingga jika hal tersebut dibuka, maka bisa menyasar BLBI. Terlebih Antasari pernah menyelidiknya.
Atas dasar itu, KPK harus membukanya dan mengusut dugaan keterlibatan pemilik BCA saat itu, yang penyelidikan sudah mengarah kepada Sjamsul Nursalim dan Anthony Salim. Hadi Poernomo menguntungkan BCA sebagai wajib pajak badan atau korporasi.
Keputusan Hadi menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil, menjandikan BCA tidak harus membayar pajak dan modus ini merupakan bagian dari kejahatan perbankan yang harus diungkap dan diselesaikan KPK karena merugikan keuangan negara.
Kasus BCA merupakan fenomena gunung es, karena ditenggarai banyak kasus serupa yang terjadi di sektor perbankan. Adapun potensi kerugian negara dari pajak perbankan setiap tahunnya diperkirakan mencapai Rp 10-12 trilyun.
Ini merupakan salah satu bagian dari dokumen diplomatik Amerika Serikat yang dibocorkan oleh Wikileaks terkait dengan perubahan lingkungan ekonomi dan bisnis di Indonesia pada tahun-tahun periode kedua masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Berikut ini adalah artikel lengkap dari Wikileaks.
Laporan dengan kode 06JAKARTA5420_a itu dikirimkan ke kedutaan besar Amerika di Australia, Central Intelligence Agency (CIA), Kedutaan Besar Amerika di China, Jepang, Korea Selatan dan sejumlah departemen terkait.
Dalam laporan itu, Hadi Purnomo, mantan Dirjen Pajak dan mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan yang kini telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus permohonan keberatan pajak BCA, digambarkan sebagai pejabat yang bereputasi buruk di kalangan bisnis kendati diakui cerdas dan cakap.
Menurut laporan itu, Hadi Purnomo menerapkan taktik tangan besi dalam menekan wajib pajak. Antara lain dengan menerbitkan pencekalan bagi eksekutif-eksekutif perusahaan yang yang sedang dalam proses pemeriksaaan bawahannya. Lebih jauh, digambarkan bahwa Hadi Purnomo juga ‘meneror’ wajib
pajak kaya dengan menunjukkan foto-foto satelit properti mereka di luar negeri.
“Di masa kepemimpinannya, disiplin aparat pajak terkikis dan surat ketetapan pajak menjadi norma, memaksa perusahaan untuk bernegosiasi (yaitu dengan membayar suap) untuk mendapatkan keputusan yang lebih masuk akal,” tulis laporan itu.
Di bagian lain laporannya, Heidt menulis bahwa akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengganti Hadi Poernomo. Hal ini, menurut Heidt, merupakan cermin dari dukungan SBY kepada Menteri Keuangan kala itu, Sri Mulyani Indrawati, yang ingin melakukan reformasi di jajarannya.
Disebutkan pula bahwa penggantian Hadi Purnomo itu berlangsung hanya tiga hari sesudah Sri Mulyani bertemu dengan negara-negara donor dan mengumumkan bahwa dua tokoh penting Indonesia akan membantunya untuk melaksanakan reformasi di sektor pajak dan keuangan. Dua tokoh itu adalah
Darmin Nasution yang menggantikan Hadi Purnomo, dan Anwar Suprijadi menduduki Dirjen Bea dan Cukai.
Dikatakan, Sri Mulyani melantik para dirjen baru itu pada 26 April 2006, hanya dua hari sesudah ia tiba di Jakarta dari perjalanan ke Amerika Serikat. Anggito Abimanyu, yang kala itu menjadi salah satu pejabat Kemenkeu dibawah Sri Mulyani, mengatakan pergantian pejabat itu baru merupakan langkah
pertama dari serangkaian reformasi yang akan dijalankan.
Reformasi perpajakan itu merupakan salah satu desakan pengusaha Amerika Serikat kepada Sri Mulyani yang menganggap keberadaan Hadi Purnomo mengganggu bagi jalannya reformasi.
Sumber : http://ift.tt/1AfNGNp