Mewaspadai ISIS, Tidak Ada Pilihan Lain!
Pagi ini, seperti biasa, saya menghampiri meja kerja saya. Ada koran di atasnya. Tukang koran langganan telah mengantarkan koran lokal edisi hari ini, Sabtu 02 Agustus 2014. Mungkin adik yang membantu kami yang meletakkannya. Mungkin juga anak-anak saya. Kelaziman keluarga. Namun semua itu tidak lebih penting dari headline koran tersebut: “Bersihkan ISIS dari NTT”. Saya terperangah. Apakah ISIS sudah ada di NTT? Demikian pertanyaan dalam benak saya. Apalagi ada gambar Kapolda NTT, disamping Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Pdt. Robert Litelnoni, dan Vikaris Jenderal (VikJen) Keuskupan Kupang, Pastur Gerardus Duka. Pertanyaan tadi langsung mendapatkan jawabnya ketika saya membaca kabar tersebut. Kepala Badan Kesbangpol NTT, Sisilia Sona, menjelaskan bahwa hingga kemarin, 01 AgustuS 2014 Kesbangpol NTT belum mengendus keberadaan organisasi radikal tersebut di NTT. Keterangan Sona dilegitimasi oleh Brigjen Pol. I Ketut Untung Yoga. Menurut Yoga, sesuai laporan intelijen maupun Polres jajaran, aliran ISIS belum teridentifikasi di NTT. Informasi-informasi ini cukup menenangkan namun tak berarti tak perlu dikritisi.
Membedah “Bersihkan”
Mengapa redaksi surat kabar lokal yang cukup punya nama di NTT ini menggunakan kata “Bersihkan” pada awal kalimat “Bersihkan ISIS dari NTT”? Setahu saya, bersihkan tak bisa dipisahkan dengan kotor alias tidak bersih. Maksud saya, biasanya bersihkan dilakukan apabila ada yang kotor. Apakah ‘bersihkan’ disini merupakan seruan agar masyarakat mengambil sikap antisipasi terhadap keberadaan kelompok yang telah meresahkan itu? Ataukah kata ‘bersihkan’ digunakan sebagai ajakan untuk membentengi NTT dari kehadiran ISIS? Ataukah ‘bersihkan’ digunakan untuk menggambarkan tentang adanya ‘kekotoran’ yang perlu dibersihkan? Entahlah!
Membedah Penjelasan Sisilia Sona dan I Ketut Untung Yoga
Keterangan Sisilia Sona dan I Ketut Untung Yoga perlu ditelaah lebih. Dalam penjelasannya, Sona mengatakan “pihaknya belum mengendus…”. Bukankah ‘belum mengendus’ tidak berarti tidak ada? Bagaimana kalau yang ditugaskan untuk mengendus melaksanakan tugasnya dengan menggunakan alat endusan tetapi alat itu tidak berfungsi atau mengalami kerusakan pada sensoriknya? Bukankah tidak akan menghasilkan apa-apa atau hasilnya menunjukkan kenyataan yang tak sebenarnya? Atau bagaimana kalau ternyata endusan hanya dilakukan di wilayah tertentu?? Atau bagaimana kalau yang ditugaskan mengendus, ternyata, tidak melaksanakan tugasnya sama sekali??
Selanjutnya, dalam keterangannya, Yoga mengatakan ia menerima laporan dari jajarannya bahwa “ISIS belum teridentifikasi”. Ketika membaca kata-kata ‘laporan’, tiba-tiba saja teringat dengan presiden terpilih, Joko Widodo. Sosok yang sejak kemunculannya di pentas politik dan birokrasi pemerintahan di Indonesia membuat laporan seolah-olah tak bernilai. Jokowi lebih suka mengecheck secara langsung. Bukan tidak percaya kepada para bawahannya. Jokowi tahu, sangat lama laporan ABS (Asal Bapak Senang) melilit birokrasi di negeri ini. Saya ingin Pak Yoga juga menerapkan hal yang sama, meski konteksnya berbeda. Itu sebabnya, mari berpikir. Apakah ‘belum teridentifikasi’ sama dengan tidak ada? Tidak! Sesuatu yang belum teridentifikasi berarti sesuatu itu belum dapat dijelaskan ciri-cirinya, namun sesuatu itu ada. Inikah yang hendak dijelaskan eks Wakapolda Bali ini?
Sikap Kita: Toleransi dan Waspada
Eksistensi kelompok radikal Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) memang meresahkan dan mengancam kerukunan umat beragama. Banyak situs online melaporkan kepada kita tentang sikap dan tindakan ISIS yang mengancam umat Kristen di Iraq dengan memberikan pilihan: memeluk Islam atau mati? Serius! Bagaimana sikap kita? Saya yakin umat beragama di NTT dan di Indonesia telah dewasa dan berkomitmen untuk mempertahankan kerukunan antar umat beragama di bumi Nusantara, sebagaimana yang diserukan oleh Pdt. Robert Litelnoni dan Pr. Gerardus Duka. Toleransi merupakan tameng yang kuat untuk tetap hidup secara berdampingan dengan umat beragama lain. Mari tingkatkan toleransi. Jangan terprovokasi!
Disamping itu, setiap orang perlu meningkatkan kewaspadaan terutama menyangkut kehadiran orang baru di lingkungan tempat tinggal kita, termasuk keberadaan orang asing. Meskipun nanti dibilang curiga. Bukan masalah koq! Lebih baik menaruh curiga daripada kecolongan. Hidup dalam damai dan penuh kerukunan merupakan tanggung jawab kita semua, bukan orang lain. Ancaman sekuat apa pun bisa datang dari mana dan dari apa saja namun bila kita waspada dengan hidup rukun maka tak akan berdampak apapun.
Sumber : http://ift.tt/1xPaZui
Membedah “Bersihkan”
Mengapa redaksi surat kabar lokal yang cukup punya nama di NTT ini menggunakan kata “Bersihkan” pada awal kalimat “Bersihkan ISIS dari NTT”? Setahu saya, bersihkan tak bisa dipisahkan dengan kotor alias tidak bersih. Maksud saya, biasanya bersihkan dilakukan apabila ada yang kotor. Apakah ‘bersihkan’ disini merupakan seruan agar masyarakat mengambil sikap antisipasi terhadap keberadaan kelompok yang telah meresahkan itu? Ataukah kata ‘bersihkan’ digunakan sebagai ajakan untuk membentengi NTT dari kehadiran ISIS? Ataukah ‘bersihkan’ digunakan untuk menggambarkan tentang adanya ‘kekotoran’ yang perlu dibersihkan? Entahlah!
Membedah Penjelasan Sisilia Sona dan I Ketut Untung Yoga
Keterangan Sisilia Sona dan I Ketut Untung Yoga perlu ditelaah lebih. Dalam penjelasannya, Sona mengatakan “pihaknya belum mengendus…”. Bukankah ‘belum mengendus’ tidak berarti tidak ada? Bagaimana kalau yang ditugaskan untuk mengendus melaksanakan tugasnya dengan menggunakan alat endusan tetapi alat itu tidak berfungsi atau mengalami kerusakan pada sensoriknya? Bukankah tidak akan menghasilkan apa-apa atau hasilnya menunjukkan kenyataan yang tak sebenarnya? Atau bagaimana kalau ternyata endusan hanya dilakukan di wilayah tertentu?? Atau bagaimana kalau yang ditugaskan mengendus, ternyata, tidak melaksanakan tugasnya sama sekali??
Selanjutnya, dalam keterangannya, Yoga mengatakan ia menerima laporan dari jajarannya bahwa “ISIS belum teridentifikasi”. Ketika membaca kata-kata ‘laporan’, tiba-tiba saja teringat dengan presiden terpilih, Joko Widodo. Sosok yang sejak kemunculannya di pentas politik dan birokrasi pemerintahan di Indonesia membuat laporan seolah-olah tak bernilai. Jokowi lebih suka mengecheck secara langsung. Bukan tidak percaya kepada para bawahannya. Jokowi tahu, sangat lama laporan ABS (Asal Bapak Senang) melilit birokrasi di negeri ini. Saya ingin Pak Yoga juga menerapkan hal yang sama, meski konteksnya berbeda. Itu sebabnya, mari berpikir. Apakah ‘belum teridentifikasi’ sama dengan tidak ada? Tidak! Sesuatu yang belum teridentifikasi berarti sesuatu itu belum dapat dijelaskan ciri-cirinya, namun sesuatu itu ada. Inikah yang hendak dijelaskan eks Wakapolda Bali ini?
Sikap Kita: Toleransi dan Waspada
Eksistensi kelompok radikal Islamic State in Iraq and Syria (ISIS) memang meresahkan dan mengancam kerukunan umat beragama. Banyak situs online melaporkan kepada kita tentang sikap dan tindakan ISIS yang mengancam umat Kristen di Iraq dengan memberikan pilihan: memeluk Islam atau mati? Serius! Bagaimana sikap kita? Saya yakin umat beragama di NTT dan di Indonesia telah dewasa dan berkomitmen untuk mempertahankan kerukunan antar umat beragama di bumi Nusantara, sebagaimana yang diserukan oleh Pdt. Robert Litelnoni dan Pr. Gerardus Duka. Toleransi merupakan tameng yang kuat untuk tetap hidup secara berdampingan dengan umat beragama lain. Mari tingkatkan toleransi. Jangan terprovokasi!
Disamping itu, setiap orang perlu meningkatkan kewaspadaan terutama menyangkut kehadiran orang baru di lingkungan tempat tinggal kita, termasuk keberadaan orang asing. Meskipun nanti dibilang curiga. Bukan masalah koq! Lebih baik menaruh curiga daripada kecolongan. Hidup dalam damai dan penuh kerukunan merupakan tanggung jawab kita semua, bukan orang lain. Ancaman sekuat apa pun bisa datang dari mana dan dari apa saja namun bila kita waspada dengan hidup rukun maka tak akan berdampak apapun.
Sumber : http://ift.tt/1xPaZui